Selasa, 06 Mei 2014

Cinta With Lantabur




Nuansa Bening Lantabur

            Kring... Kring... Suara bel masuk berbunyi nyaring tepat pukul 7 pagi. Tampak langkah kaki anak-anak sudah berlarian menuju lapangan depan gedung sekolah, namun belum membentuk barisan yang rapi. Saya pun membantu ustadz dan ustadzah yang lain merapikan barisan anak-anak guna mengikuti upacara bendera. Ya, seperti biasanya, senin adalah hari dimana kami mengawali kegiatan sekolah dengan upacara yang merupakan salah satu bentuk pengabdian yang bisa kami lakukan untuk negara tercinta.
            Staf ustadz dan ustadzah sudah berbaris rapi didepan anak-anak yang sedari tadi menunggu dimulainya upacara oleh anak kelas 6. Namun, ada juga beberapa ustadz atau ustadzah yang berbaris dibelakang anak-anak untuk mengkondisikan mereka agar tetap tenang saat upacara berlangsung. Sementara anak kelas 6 yang bertugas hari ini pun telah menyiapkan diri dengan selempang hijaunya sebagai tanda mereka adalah petugas upacara. Ustadz atau ustadzah, begitulah sebutan untuk guru di Sekolah Islam Terpadu Lantabur ini. Yang diharapkan tak akan pernah jadi manusia yang merugi seperti arti kata Lantabur itu sendiri.
            Pukul 07.15 upacara benderapun dimulai oleh protokol. Pada hari ini yang bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional, Kepala SD IT yang menjadi pembina upacara. Beliau memberikan amanat kepada mereka untuk senantiasa bersyukur, bahwa mereka masih bisa mengenyam pendidikan dengan nikmat hingga saat ini. Dengan semangat berapi-api Kepala Sekolah menyampaikan bahwa keadaan mereka saat ini sudah bagus, sudah punya gedung sendiri untuk belajar, jalan sekolah masih bisa ditempu dengan nyaman, pakaian dan peralatan sekolah pun sudah cukup layak. Mereka terkesima mendengar bahwa ada kondisi yang lebih sulit dari mereka dalam menuntut ilmu. Mereka harus tahu bahwa mereka tidak patut bersungut-sungut dan mengeluh. Memang yang kita punyai itu terbatas, namun syukurilah dan manfaatkan sebaik-baiknya pada apa yang sudah ada, supaya ketika Allah berikan kepada kita sesuatu yang lebih besar dan lebih baik, kita telah siap menerimanya kelak. Ujar Kepala Sekolah kepada anak-anak.
            Dari sudut barisan ada salah satu ustadz yang sedang sibuk mengkondisikan anak kelas 1 untuk diam saat upacara.
            Dan Kepala Sekolah tetap melanjutkan pidatonya. Selanjutnya beliau berbicara bagaimana mereka harus bersyukur, karena guru-guru mereka adalah guru yang penuh dedikasi. Walaupun rumah ustadz / ustadzah ada yang jauh, namun mereka tetap mengupayakan untuk tetap hadir dan mengajar.
            Poin berikutnya yang disampaikan oleh pembina upacara khusus untuk kelas 6 yang sebentar lagi akan menghadapi Ujian Nasional (UN). Hal ini berkaitan dengan kejujuran. Dan anak-anak dianjurkan untuk tetap jujur dalam menyelesaikan soal ujian nanti tanpa harus menyontek.
            Sebagai penutup, beliau tak lupa menyemangati anak-anak untuk berprestasi dalam kebiasaanya masing-masing. Kepala Sekolah mengajak kami bersama-sama menutup amanat singkat di Hari Pendidikan Nasional ini dengan meneriakan yel khas Lantabur.
-         Sekolah IT... Sekolah IT...?
-         Lantabur... Lantabur.
-         Lantabur... Lantabur?
-         Jaya, jaya...
-         Takbir, takbir...
-         Allahu Akbar...!!
Serta diiringi dengan tepuk semangat bersama-sama. Kemudian protokol melanjutkan kembali membacakan susunan upacara  hingga upacara pun selesai. Barisan dibubarkan oleh salah satu ustadzah dan anak-anak berlarian menuju kelas masing-masing.

***
            Gedung hijau yang terdiri dari 2 lantai ini membawa nuansa indah pada setiap ruangnya. Setiap dinding pada masing-masing kelas ramai dipenuhi display yang menarik, yang sengaja dibuat baik oleh anak-anak maupun guru kelasnya untuk menjadikan mereka semakin semangat belajar dengan warna-warni hasil karya mereka sendiri. Pada kedua lantai ini juga terdapat 2 tempat toilet yang terjaga kebersihannya yang letaknya berada pada sudut masing-masing lantai, tepat berada disamping dan dibawah anak tangga. Toilet atas khusus diperuntukan bagi ikhwan atau laki-laki, sedangkan toilet bawah diperuntukan bagi akhwat atau perempuan. Didepan kelas telah terjejer rapi rak sepatu untuk meletakan sepatu mereka agar ruang belajarpun tetap bersih dengan melepas alas kaki. Bukan hanya Sekolah Dasar, namun di lantai bawah juga terdapat Taman Kanak-Kanak yang terdiri dari 4 kelas.
            Seorang anak kelas 2 berteriak sambil berlari mendekatiku.
Tasya               : “Ustadzah...! Nanti masuk ke kelas kami kan?”
Ustadzah          : “Iya, anak ustadzah..” Sambil menyunggingkan senyum.
Tasya               :  “Ada bintangnya lagi gak ustadzah?”
Ustadzah          : “Hehehe, belajarnya karena mau dapat bintang apa mau dapat ilmu?? Ayo..?”
Tasya               : “Emm... ( Sambil berfikir sejenak). Dapat ilmu dong..! Biar kalau sudah gede, hafalan Qur’annya tambah banyak, ustadzah. Kayak kakak-kakak kelas 6.”
Ustadzah          : “Memangnya cita-cita Tasya apa?”
Tasya               : “Tasya kan mau jadi seorang hafidzhoh.”
Ustadzah          : “Subhanallah.. Aamiin ya Allah...”
Tertegun saya mendengar jawaban anak sekecil ini. Baru usia kurang dari 7 tahun saja sudah punya cita-cita yang begitu mulia. Malu rasanya jika hafalan saya masih sedikit dan tidak bertambah-tambah. Astaghfirullah. Karena rasa penasaran, saya lanjutkan pertanyaan saya.
 Ustadzah         : “Kenapa Tasya mau jadi hafidzhoh?”
Tasya               : “Kata ustadz Tomi, orang yang menghafal Qur’an itu bisa dapet mahkota diakherat. Jadi kalau sudah dapet, Tasya hadiahin ke ummi aja.”
Ustadzah          : ( Menahan air mata) “Wah.. ummi pasti seneng banget dikasih mahkota sama Tasya ya..?” (Sambil mengelus kepalanya yang berbalut jilbab hijau batik)
Tasya               : (Senyum sumringan sambil memeluk manja mengalungkan kedua tangannya dipinggangku)
Ustadzah          : “Eegh.. anak ustadzah sudah wudhu belum? Kan sebentar lagi mau sholat Dhuha.”
Tasya               : “Hehe.. belum ustadzah. Mau ngambil mukenah dulu.”
Ustadzah          : “Ya sudah, langsung diambil ya.. nanti ketinggalan sama temen-temennya.”
Tasya                           : “Iya, Ustadzah..!” Sambil berlalu pergi mengejar teman yang lain yang sudah lebih dulu menuju saung.”
            Dhuha jadi rutinitas wajib setiap pagi disini. Namun berbeda jika hari jum’at tiba.  Jum’at memang menjadi hari yang tidak biasa. Sebab, sesudah anak-anak melaksanakan sholat Dhuha bersama, lalu dilanjutkan tausiyah yang disampaikan oleh salah satu ustadz/ ustadzah yang telah diberi amanat. Selain itu, kegiatan “Market Day” menjadi peramai bagi anak-anak yang ingin belajar berwirausaha. Penjual dan pembeli adalah anak-anak Lantabur itu sendiri, mereka sengaja membawa makanan yang sehat dari rumah untuk dijual kepada teman-temannya. Bahkan bukan hanya anak-anak, guru yang penasaran ingin mencicipi bawaan anak pun ikut membeli jualan mereka. Dan kantin tidak beroperasi khusus untuk hari jum’at saja.
            Tak terasa, jam dinding di kantor telah menunjukan pukul 14.00 WIB dan itu berarti waktunya untuk pulang. Ustadz yang berada dibagian Tata Usaha segera membunyikan bel tanda pulang dan kemudian diiringi dengan lagu anak-anak gembira. Mobil jemputan sekolah telah menunggu untuk diisi dan dengan senang hati pak sopir mengantar mereka ke rumah masing-masing. Dan seninpun telah berlalu dengan begitu banyak rahmat dari Illahi.