Selasa, 25 Juni 2013

Dia Berbeda



Sibuknya persiapan untuk acara agustusan membuat kami bersemangat mengikutinya sampai larut malam berlatih. Pemuda-pemudi karang taruna yang lain juga demikian. Selain perlombaan yang akan kami gelar, kami juga mengadakan banyak pertunjukan seni, diantaranya ada parodi kocak abis, vokal yang menyenandungkan lagu wajib tanda cinta tanah air dan juga tari. Disanalah awal kami membuka sanggar tari Bangunrejo. Berlatih dari tidak bisa apa-apa, hingga kami yang beranggotakan 6 orang waktu itu siap menampilkan sebuah tarian melayu Nirmala dengan suara khas Siti Nurhaliza. Aku memang tertarik terhadap seni tari. Tak heran jika aku bersungguh-sungguh untuk menghafalkan gerak demi gerak tari nirmala yang sebelumnya belum pernah kukenal. Pelatih kami dengan sabar melatih kami hingga bisa dan siap tampil tepatnya pada tanggal 17 Agustus 2008.
Suasana menjadi semakin hangat kunikmati saat ada sesosok tubuh hadir melihatku berlatih bersama teman-teman yang lain. Semangatku menjadi berlipatganda karena kehadirannya. Al namanya. Seorang laki-laki yang belum lama kukenal, namun meninggalkan kesan begitu mendalam bagiku. Dia berbeda menurut pandanganku. Dingin, cuek, seolah tak peduli. Itulah yang membuat rasa penasaranku menyeruak hebat. Aku ingin mendekatinya, tapi rasa malu cukup membisik. Tak ada pilihan aman selain kubiarkan saja berjalan bergandengan waktu. Ternyata, tak hanya aku yang menaruh perhatian padanya, sebab diapun demikian. Oh..senangnya. Jabatannya sebagai wakil ketua karang taruna tak pernah absen memantau kami latihan hingga kami berhasil menampilkan tarian yang kami persembahkan untuk masyarakat sekitar. Diam-diam aku menikmatinya. Mata ini selalu mencari tegap tubuhnya, sedang telinga sibuk mencari suaranya.
            Entah mengapa aku begitu tertarik ingin mengenalnya. Padahal, ketika kami bertegur sapa pun ia tak semanis laki-laki yang sering mengajakku berbicara, bahkan tak sedikit dari mereka yang merayuku. Dia berbeda. Sosok dewasa itu selalu membuatku bingung namun ia berhasil membuatku hilang kendali alias salting saat didekatnya. Tak pernah lupa dengan kritikan tajamnya ia luncurkan untukku. Katanya: aku seperti anak kecil, bergaulnya pun sama anak-anak yang tak sebaya. Huft.. awalnya sempat dibuat kesal dan masa bodoh dengan perkataannya. Inilah aku ujarku membela diri dihadapannya. Aneh, kata teman-teman dia menyukaiku dan akupun merasakan hal yang tak jauh berbeda. Tapi, mengapa selalu kritikan yang dia katakan padaku. Kata orang, dia sombong. Tapi aku tak percaya. Sebab, yang ku rasakan sendiri justru dia jauh dari kebanyakan orang menilainya. Dan waktu yang terus beroda, walau sempat mengelak atas kritikannya, mau tak mau terfikir juga olehku. Dan saat mengenalnya lah aku mulai berubah. Semua kritikannya sebisa mungkin aku perbaiki. Belajar dewasa dan mengenal diri sendiri.
            Tepat tanggal 5 Oktober 2008 dengan suara terbata-bata ia berjalan di depanku. Ketika itu kami sedang menikmati liburan ba’da Idul fitri di Cughup Mingkik bersama anggota karang taruna. Aku tak biasa seperti ini, karena dari kebanyakan yang ikut adalah orang-orang yang umurnya diatasku. Pergaulanku tak sampai sana, umurku saja baru terbilang ABG. Aku hanyalah anak yang pemalu, kuper dan apa adanya. Namun, tangannya lah yang membawaku kepada mereka, ia membuatku percaya diri berada disekeliling mereka. Dan ketika ia mengungkapkan perasaannya sambil menundukan kepala, aku sungguh heran. Apa yang aku lihat memang tak biasa. Sebagian orang yang mengungkapkan cinta padaku kalau tidak berada disebelahku, mungkin didepanku sambil matanya meyakinkanku. Dia berbeda. Tak ku balas langsung perasaannya dengan perkataanku. Sebab, aku takut, ia hanya mempermainkanku. Sebab dia terlalu dewasa untukku. Sebab, aku tau benar, ketika diri ini mulai jatuh cinta, maka pasti akan terasa sulit untuk melupakannya. Sejujurnya, aku takut jatuh cinta dan kemudian harus merasakan sakitnya. Aku hanya diam. Diam menerka perasaan terdalamnya. Hati bertanya-tanya, apa aku pantas bersamanya? Menjalin hubungan dengannya? Sedangkan aku hanya anak yang baru belajar apa itu arti kedewasaan.
Kubiarkan satu hari berlalu dengan perasaan yang tak menentu dihatinya. Begitu juga hatiku. Bingung apa yang harus kujawab atas pernyataannya itu. Kubulatkan tekad untuk mencoba. Ada keyakinkan dari hati kecilku, bahwa ia tak seperti laki-laki lain. Yang hanya mempermainkan perasaan wanita, merasa dirinya hebat dengan banyaknya koleksi mantan pacar, atau tipikal laki-laki tebar pesona. Tidak, ku mantapkan lagi hati ini. Dia berbeda.
Kuambil handphone biruku lalu ku ketik pesan singkat untuknya.
“Jika Kakak menginginkan jawabannya, maka datanglah ke rumahku sekarang!”
Dag did dug aku menunggu kedatangannya. Tak berapa lama pesan singkat itu menerima balasannya, ‘iya”. Ia langsung datang dengan kemeja putihnya dan memarkirkan motornya di depan teras rumahku bak pangeran berkuda putih. Rumah kami memang tak begitu jauh jaraknya, hanya selisih 4 RT. Senang bercampur tegang kuhidangkan saat ia mulai duduk di sofa yang mulai menua. Kukatakan sejujurnya, kalau ku juga memiliki perasaan yang sama tehadapnya. Seketika itu aku seakan menjadi orang yang paling beruntung di dunia, apalagi ku dapati ia menyunggingkan senyuman tulus untukku. Senyuman yang jarang sekali ia pamerkan bahkan ia jajakan pada wanita lain. Tak mengapa banyak orang mengatakan dia cuek dan sombong. Namun bagiku, ia tak seperti itu. Ia lebih istimewa dari itu.

Memutar waktu masa silam bersamamu, 240613

Tidak ada komentar:

Posting Komentar